Pil koplo adalah salah satu jenis
psikotropika, menurut UU No.5 tahun 1997 psikotropika adalah zat atau obat,
baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif
melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan
khas pada aktivitas mental dan perilaku. Pil koplo adalah golongan obat2 anti
cemas, dan golongan antiinsomnia, yang disalahgunakan. Dalam arti dipakai
secara ngawur, tidak sesuai aturan dokter dan dosis terapeutik.
Dipakai dalam
dosis besar sekali tenggak untuk diambil “efek sampingnya”, melayang atau
“high” dan “fly”. Berarti semua jenis obat anxiolitik dan antiinsonia bisa saja
masuk kriteria “pil koplo”, bila dipakai dengan cara seperti itu. Menurut para
ahli, jika seorang pecandu pil koplo dan penggunaannya dihentikan maka dapat
menimbulkan efek rasa cemas, susah tidur dan gelisah terus – menerus, gejala
ini hampir sama dengan perasaan – perasaan si penderita yang ketergantungan.
Obat jenis ini pertama kali ditemukan pada tahun 1881 menurut para ahli obat
ini dapat mengakibatkan rasa kantuk. Dalam jumlah kecil obat ini dapat
digunakan untuk menghilangkan ketegangan, dan kecemasan. Jika diperbesar dapat
mengakibatkan si pemakai dapat tertidur nyenyak dan jika dinaikkan lagi dapat
menimbulkan koma, dan kematian. Pil ini mampu membuat seseorang menjadi labil,
mudah marah, daya ingat menurun, bicara kaku, dan jalan sempoyongan. Pil koplo
ada berbagai macam jenis antara lain : B.K. (Bung Karno), Lezotan (Double L),
Magadon, Nipam, Dextrometrophan, dll. Dalam berbagai kasus kriminal
dextrometrophan adalah salah satu jenis pil koplo yang paling sering dijumpai
saat penggrebekan dalam kasus-kasus kriminal. Pil koplo jenis ini lebih dipilih
karena harganya yang murah, dari pengakuan penyalur pil koplo dirinya bisa
mendapatkan 1500 butir pil koplo hanya dengan 200rb rupiah.
Apa itu Dextrometrophan ?
Dextromethorphan atau sering
disingkat DMP, adalah obat batuk “over the counter” (OTC) yang disetujui
penggunaannya pertama kali pada tahun 1958. OTC artinya dapat dibeli secara
bebas, tanpa resep. Walaupun demikian, obat ini hanya boleh dijual di toko obat
berizin. Meskipun ada dalam bentuk murni, DMP biasanya berupa sediaan
kombinasi. Artinya, dalam satu tablet, selain DMP juga terdapat obat lain
seperti parasetamol (antinyeri antidemam), CTM (antihistamin),
psuedoefedrin/fenilpropanolamin (dekongestan), atau guafenesin (eskpektoran).
Obat ini bekerja sentral, yaitu
pada pusat batuk di otak. Caranya dengan menaikkan ambang batas rangsang batuk.
Sebagai catatan, beberapa obat batuk lain bekerja langsung di saluran napas.
Secara kimia DMP (D-3-Methoxy-N-Methyl-Morphinan) merupakan suatu dekstro
isomer dari levomethorphan, suatu derivate dari morfin semisintetik. Walaupun
strukturnya mirip narkotik, DMP tidak beraksi pada reseptor opiat sub tipe mu (seperti
halnya morfin atau heroin), tetapi ia beraksi pada reseptor opiat subtipe sigma,
sehingga efek ketergantungannya relatif kecil. Pada dosis besar, efek
farmakologi DMP menyerupai PCP atau ketamin yang merupakan
antagonis reseptor NMDA.
Manfaat utama DMP adalah menekan
batuk akibat iritasi tenggorokan dan saluran napas bronkhial, terutama pada
kasus batuk pilek. Untuk mengusir batuk, dosis yang dianjurkan adalah 15 mg
sampai 30 mg yang diminum 3 kali sehari. Dengan dosis sebesar ini, DMP relatif
aman dan efek samping jarang terjadi.
In Fact
Pengedar |
Bagi sekelompok pecandu narkoba
yang kurang modal, mereka akan mengkonsumsi dextromethorphan jauh di atas
ambang batas dosis yang diizinkan. Hasilnya, selain ‘fly’, sel-sel tubuh mereka
akan mengalami keracunan hebat. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa
penyalahgunaan DMP sering terjadi, penyebabnya yaitu selain murah, obat ini
juga relatif mudah didapat. Bentuk penyalahgunaannya antara lain adalah
konsumsi dalam dosis besar (berpuluh-puluh butir) atau mengkonsumsinya bersama
alkohol atau narkoba. Pada keadaan overdosis, terjadi berbagai macam efek
samping. Terjadi stimulasi ringan pada konsumsi sebesar 100 – 200 mg; euforia
dan halusinasi pada dosis 200 – 400 mg; gangguan penglihatan dan hilangnya
koordinasi gerak tubuh pada dosis 300 – 600 mg, dan terjadi sedasi disosiatif
(perasaan bahwa jiwa dan raga berpisah) pada dosis 500 – 1500 mg.
DMP pada dosis besar ia
menyebabkan efek euphoria dan efek halusinogen dissociative. Halusinogen
dissociative yaitu dibloknya fungsi kesadaran di dalam otak dan saraf sehingga
akan membuat si pemakainya berhalusinasi dan merasakan seperti berada di dalam
mimpi dan sukar membedakan antara nyata atau tidaknya halusinasi
tersebut. Overdosis DMP yang lain dapat menyebabkan
hiper-eksitabilitas, kelelahan, berkeringat, bicara kacau, hipertensi, dan mata
melotot (nystagmus). Penyalahgunaan sediaan kombinasi malah berefek
lebih parah. Komplikasi yang timbul dapat berupa peningkatan tekanan darah
karena keracunan pseudoefedrin, kerusakan hati karena keracunan parasetamol,
gangguan saraf dan sistim kardiovaskuler akibat keracunan CTM. Alkohol atau narkotika
lain yang telan bersama DMP dapat meningkatkan efek keracunan dan bahkan
menimbulkan kematian.
Gejala lain yang terjadi akibat
overdosis DMP adalah bicara kacau, gangguan berjalan, gampang tersinggung,
berkeringat, dan bola mata berputar-putar (nistagmus). Penyalahgunaan sediaan
kombinasi malah berefek lebih parah. Komplikasi yang timbul dapat berupa
peningkatan tekanan darah karena keracunan pseudoefedrin, kerusakan hati karena
keracunan parasetamol, gangguan saraf dan sistim kardiovaskuler akibat
keracunan CTM. Alkohol atau narkotika lain yang telan bersama DMP dapat
meningkatkan efek keracunan dan bahkan menimbulkan kematian.
Penyalahguna DMP menggambarkan
adanya 4 plateau yang tergantung dosis, seperti berikut:
Plateau
|
Dose (mg)
|
Behavioral Effects
|
1st
|
100–200
|
Stimulasi ringan
|
2nd
|
200–400
|
Euforia dan halusinasi
|
3rd
|
300– 600
|
Gangguan persepsi visual dan
hilangnya koordinasi motorik
|
4th
|
500-1500
|
Dissociative sedation
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar